Senin, 18 Desember 2017

BAB 12 TEORI STRUKTUR MODAL


BAB 12
TEORI STRUKTUR MODAL

1.      Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal bisa dirubah-rubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.

2.      Pendekatan Modigliani dan Miller (MM)
Pada tahun 1950-an, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut memasukkan faktor pajak kedalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa hutang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan hutang.

a.    Proposisi MM Tanpa
Pajak MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka:
1.   Tidak ada pajak
2.   Tidak ada biaya transaksi
3.   Individu dan perusahaan meminjam pada tingkat yang sama. Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua proposisi yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak.

b.   Proposisi 1 (Tanpa Pajak)
Nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang sebagai berikut ini.
VL = V
U dimana ……… (1) VL = Nilai untuk perusahaan yang menggunakan hutang (valuefor leveraged companies)
 VU = Nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan hutang (100% saham, atauvalue for unlevered companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan pendanaan).

c.    Proposisi 2 (Tanpa Pajak)
Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan hutang, naik proporsional terhadap peningkatan rasio hutang dengan saham.
ks = ko + B / S (ko – kb)
dimana :
ks  = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang
B/S = rasio hutang dengan saham
kb = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk hutang (tingkat bunga)

Dengan menggunakan hutang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan sumber modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal yang murah yang semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang, tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan tersebut menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.

d.   Proposisi MM dengan Pajak
Hutang Pajak Saham
(a) Saham Hutang Pajak Dibayarkan ke Pemerintah
(b) Terlihat bahwa roti tersebut dibagi ke dalam tiga bagian: saham, hutang, dan pajak. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena
Gambar (a) dimana hutang yang digunakan lebih sedikit, pajak yang dibayarkan menjadi lebih besar. Karena aliran kas yang keluar (melalui pajak) semakin besar, roti yang tersisa menjadi semakin kecil.
Gambar (b) menunjukkan penggunaan hutang yang semakin besar. Pajak yang dibayarkan semakin kecil, yang berarti perusahaan bisa menghemat aliran kas keluar. Roti yang tersisa pada gambar (b) nampak lebih besar dibandingkan dengan roti yang tersisa pada (a). Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa dengan memperhitungkan pajak, struktur modal bisa mempengaruhi nilai perusahaan.

e.       Proposisi 1 (dengan Pajak)
Nilai perusahaan dengan hutang akan sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang plus penghematan pajak karena bunga hutang. Formula untuk pernyataan tersebut:

VL = VU + Tc B
= EBIT (1-Tc) + Tc.kb.B
Ko               kb
Dimana :
Tc = tingkat pajak (perusahaan)
 B = besarnya hutang
Ks =tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
kb = tingkat keuntungan hutang (tingkat bunga)
Ko = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (Pendapatan sebelum pajak dan bunga)

Nilai perusahaan tanpa hutang merupakan present value dari tingkat keuntungan EBIT (Earning Before Interest and Taxes), didiskontokan dengan biaya modal saham tanpa hutang (ko). Penghematan bunga didiskontokan dengan biaya modal hutang (kb). Perbedaan diskonto tersebut disebabkan karena risiko yang berbeda antara EBIT (aliran kas untuk pemegang saham) dengan bunga (aliran kas untuk pemegang hutang).

f.       Proposisi 2 (dengan Pajak)
Proposisi 2 (dengan pajak) mengatakan bahwa biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang. Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Pernyataan tersebut bisa dituliskan:

ks = ko + B / S (1 – Tc) (ko – kb) ……… (4)

Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang (meskibiaya modal sahamnya meningkat).
Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya (99%, sebagai contoh). Tetapi dalam kenyataan, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar tersebut.

3.      Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal:

1.    Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya lainnya yang sejenis.
2.  Biaya tidak langsung: biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misal, supplier barangkali tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak terbayar.

Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan hutang (agency cost of debt). Jika hutang meningkat, maka konflik antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkat. Dalam situasi tersebut, pemegang hutang akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring (persyaratan yang lebih ketat, menambah jumlah akuntan, dsb) dan bisa juga dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut ini.

VL = VU + PV Penghematan Pajak – [PV Biaya Kebangkrutan + PV Biaya Keagenan]

Dengan demikian gabungan antara teori struktur modal Modigiliani-Miller dengan memasukkan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasikan adanya trade-off antara penghematan pajak dari hutang dengan biaya kebangkrutan. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade-off struktur modal, atau static trade-off capital structure theory. Tetapi teori tersebut tidak memberikan formula yang pasti yang bisa memberi petunjuk berapa tingkat hutang yang optimal.

4.      Model Miller dengan Pajak Perusahaan dan Personal
Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak, dan dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan pajak karena bunga bisa dipakai untuk mengurangi pajak. Penghematan pajak tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.
Penghematan pajak = VL - VU = tc . B

Miller sendiri kemudian mengembangkan model struktur modal dengan memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan pemegang hutang harus membayar pajak jika mereka menerima dividen (untuk pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang hutang).
Menurut Miller, nilai perusahaan yang menggunakan hutang, setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut ini.

(1 – Tc) (1 – ts)
VL = VU + { 1 – [ --------------------- ] } B
       (1 – tb)

Dimana :
VL = Nilai perusahaan dengan hutang
VU = Nilai perusahaan tanpa hutang
Tc = tingkat pajak perusahaan
ts = tingkat pajak pemegang saham (atas dividen dan capital gain)
tb = tingkat pajak untuk pemegang hutang (atas bunga)
B = Hutang

       Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah, tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan, tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan pajak atas pemegang hutang). Melihat persamaan di atas mempunyai beberapa implikasi. Jika (1 – tb) = (1 – Tc) (1 – ts),
maka persamaan di atas menjadi,

VL = VU + (1 – 1) B = VU

Dengan kata lain, pada kondisi tersebut, nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang. Tidak ada penghematan pajak atas bunga hutang.
Pada situasi lain, dimana menjadi. VL = VU + ts = tb, persamaan di atas Tc . B Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang ditambah penghematan pajak karena bunga hutang. Persamaan tersebut sama dengan argumen MM dengan pajak. Dua situasi di atas merupakan situasi ekstrim. Pada situasi kebanyakan, nilai VL akan berada diantara nilai VU dan nilai VU + Tc.B.

5.      Pecking Order Theory
Teori trade-off mempunyai implikasi bahwa manajer akan berfikir dalam kerangka trade-off antara pengehamatan pajak dan biaya kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris, nampaknya jarang manajer keuangan yang berfikir demikian. Seorang akademisi, Donald Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan hutang yang lebih rendah.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut ini :

1.      Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
2.      2.Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.

3.      3.Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain.

Senin, 11 Desember 2017

BAB 11 BIAYA MODAL

BAB 11 
BIAYA MODAL

Biaya modal bisa diartikan sebagai tingkat keuntungan  yang disyaratkan. Semakin tinggi risiko, semakin tinggi  tingkat keuntungan yang disyaratkan. Biaya modal  dipakai sebagai discount rate untuk perhitungan analisis  penganggaran modal. Discount rate tersebut sering juga  disebut sebagai biaya modal rata-rata tertimbang  (weighted average cost of capital).
1.        Biaya Modal Rata-rata Tertimbang Biaya modal bisa didefinisikan sebagai tingkat keuntungan  yang diharapkan atau tingkat keuntungan yang  disyaratkan. Dalam analisis investasi, biaya modal  digunakan sebagai discount rate dalam analisis NPV atau  IRR. Biaya modal pada dasarnya merupakan biaya  modal rata-rata tertimbang dari biaya modal individual.
Untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang  tersebut kita harus melakukan beberapa langkah : 
a.       Mengidentifikasi sumber-sumber dana
b.      Menghitung biaya modal individual (biaya modal untuk   setiap sumber dana)  
c.       Menghitung proporsi dari masing-masing sumber dana  
d.      Menghitung rata-rata tertimbang dengan menggunakan  proporsi dana sebagai pembobot.

1.1.   Mengidentifikasi Sumber-sumber Dana 
Secara umum ada dua jenis sumber dana yang paling sering  digunakan, yaitu hutang dan saham. Hutang bisa terdiri  atas hutang bank atau hutang melalui obligasi. Pemberi  hutang memperoleh kompensasi berupa bunga.
Saham  merupakan bentuk penyertaan. Saham bisa berupa  private placement (penempatan dana tidak melalui pasar  modal), bisa juga dengan membeli saham yang  diperjualbelikan di pasar sekunder. Pendapatan saham  berasal dari dividen dan capital gain.
Capital gain adalah  selisih antara harga jual dengan harga beli. Tetapi jenis  saham preferen mempunyai ciri-ciri gabungan antara  hutang dengan saham.
Saham preferen adalah saham  (bentuk kepemilikan) dan berhak memperoleh dividen.  Tetapi dividen tersebut bersifat (secara umum) tetap,  sehingga mirip dengan bunga.

1.2.   Menghitung Biaya Modal Individual
1.2.1.      Biaya Modal Hutang (kd) 
Biaya modal hutang merupakan tingkat keuntungan yang  disyaratkan yang berkaitan dengan penggunaan  hutang. Karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang  pajak, biaya modal hutang dihitung net pajak. 
Misalkan perusahaan meminjam dengan tingkat bunga  20%. Berapa biaya modal hutang (kd)? Kd relatif  mudah dihitung karena parameternya cukup jelas  (yaitu tingkat bunga). Kd=20% (sebelum pajak).  Jika pajak 30%, maka kd* (net pajak) = (1 – 0,3) 20% =  14%.
Kadang-kadang kita ingin menghitung lebih tepat biaya  modal hutang. Misalkan suatu perusahaan menerbitkan obligasi dengan  kupon bunga 20%, nilai nominal Rp1 juta, selama  sepuluh tahun. Biaya emisi obligasi dan lainnya adalah  Rp50.000 perlembar obligasi. Berapa biaya modal  hutang (kd) yang dibayarkan perusahaan tersebut?  Aliran  kas  yang  berkaitan  dengan  emisi  obligasi  tersebut bisa digambarkan sebagai berikut ini :
950 ribu  =  200rb   +   200rb   +........ +  200rb  +     Rp.1jt
     
Kas  masuk  bersih  yang  diterima  perusahaan  adalah  Rp1  juta – Rp50 ribu = Rp950.000. Biaya modal hutang (kd)  sebelum  pajak  adalah,  dengan  menggunakan  tehnik  perhitungan  IRR,  kd=21%.  Perhatikan  bahwa  kd,  yang  merupakan  tingkat  bunga  efektif,  lebih  tinggi  sedikit  dibandingkan dengan tingkat bunga nominal.
Bunga  bisa  dipakai  sebagai  pengurang  pajak.  Karena  itu  faktor pajak bisa dimasukkan agar diperoleh biaya modal  hutang net pajak. Biaya modal hutang net pajak (dengan  tingkat pajak 40%) dihitung sebagai.
kd* =  kd (1 – t)      ……… (2)
Untuk contoh di atas, kd* adalah.
kd* =  21% (1 – 0,4) =  12,6%
Hutang dagang dan akrual tidak dimasukkan ke dalam  perhitungan biaya modal. Alasannya adalah karena untuk  analisis penganggaran modal, hutang dagang dan  sejenisnya dikurangkan dari aset lancar. Kemudian kita  akan menghitung modal kerja bersih (aset lancar –  hutang dagang dan akrual).

1.2.2.  Biaya Modal Saham Preferen
Saham preferen mempunyai karakteristik gabungan antara hutang dengan saham, karena merupakan bentuk  kepemilikan (saham), tetapi dividen yang dibayarkan  mirip dengan bunga karena bersifat tetap (pada  umumnya). Perhitungan biaya modal saham preferen  mudah dilakukan, sama seperti perhitungan biaya  hutang. Paramater yang akan diestimasi relatif jelas.
Biaya saham preferen (kps) adalah:   
kps =  
dimana :
kps   = biaya saham preferen
            Dps  = dividen saham preferen
P      = harga saham preferen

1.2.3.  Biaya Modal Saham Biasa
Biaya modal saham lebih sulit dihitung karena melibatkan biaya kesempatan (opportunity cost) yang tidak bisa diamati secara langsung. Bagian ini akan membicarakan biaya modal saham melalui beberapa metode: DCF, bond-yiled, dan CAPM. Discounted Cash Flow (Aliran Kas yang Didiskontokan).
Pada waktu kita membicarakan penilaian saham dengan pertumbuhan konstan, harga saham bisa dituliskan sebagai berikut ini (modul mengenai Nilai Waktu Uang)

PV =
Dengan merubah r menjadi ks (biaya modal saham), PV menjadi P (harga saham), persamaan di atas bisa dirubah menjadi berikut ini :
ks =
dimana :
ks = biaya modal saham
D1 = dividen pada tahun pertama
P = harga saham saat ini
g = tingkat pertumbuhan
Biaya modal saham sama dengan dividend yield ditambah tingkat pertumbuhan. Untuk menggunakan rumus di atas, beberapa parameter harus diestimasi, yaitu harga saham, dividen yang dibayarkan, dan tingkat pertumbuhan.
Tingkat pertumbuhan bisa dihitung melalui beberapa cara. Pertama, kita bisa menggunakan formula berikut :
g = ( 1 – DPR ) ( ROE )
dimana :
DPR = dividend payout ratio
ROE = return on equity
Persamaan di atas mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan merupakan fungsi dari pembayaran dividend dan return on equity. Jika perusahaan membayarkan dividen yang kecil (yang berarti menanamkan sebagian besar labanya kembali ke perusahaan), tingkat pertumbuhan diharapkan menjadi lebih tinggi. Tingkat pertumbuhan akan semakin kecil jika dividen yang dibayarkan semakin besar.
Kedua, tingkat pertumbuhan juga bisa dihitung melalui data historis. Penggunaan data historis mempunyai asumsi bahwa pola di masa lalu akan sama dengan pola di masa mendatang (pola konstan). Pertumbuhan dividen bisa dihitung melalui dua cara :
a.    pertumbuhan aritmatika, dan
b.    pertumbuhan geometris.
Dengan pertumbuhan aritmatika, tingkat pertumbuhan setiap tahun bisa dihitung sebagai :
( (Dt + 1 – Dt) / Dt) × 100%
Meskipun pertumbuhan dividen adalah tingkat pertumbuhan yang seharusnya dihitung, dalam beberapa situasi, barangkali kita ingin menghitung tingkat pertumbuhan earning, bukannya dividen.
Beberapa perusahaan tidak pernah membayar dividen, meskipun mempunyai earning yang baik. Dalam situasi tersebut, kita menghitung tingkat pertumbuhan earning, bukannya dividen. Tetapi pada akhirnya dividenlah yang akan diterima oleh investor. Tingkat pertumbuhan mana yang akan dipilih pada akhirnya tergantung dari pertimbangan analis atau manajer keuangan.
Pendekatan Bond-Yield. Didasarkan pada argumen bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk investasi yang lebih berisiko akan lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keuntungan investasi yang lebih kecil risikonya. Saham mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan obligasi. Jika terjadi kebangkrutan, pemegang saham mempunyai prioritas klaim yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi.
Pendekatan yield obligasi bisa dituliskan sebagai berikut.
ks = yield obligasi + premi risiko ……… (5)
Jika kita menggunakan rumus di atas, kita memerlukan estimasi yield dari obligasi perusahaan (atau obligasi yang mempunyai kelas risiko yang sama), dan premi risiko saham atas obligasi. Dengan pendekatang yield obligasi, ks bisa dihitung berikut ini. Pertama, kita akan menghitung yield obligasi.
Yield obligasi = bunga / harga pasar obligasi
Kemudian, kita akan mengestimasi premi risiko saham atas obligasi. Salah satu cara untuk menghitung premi tersebut adalah dengan melihat data historis. Sebagai contoh, misalkan tingkat keuntungan tahunan selama lima tahun yang lalu untuk saham adalah 22%. Tingkat keuntungan (yield) obligasi selama lima tahun yang lalu adalah 15%. Premi saham atas obligasi dengan demikian adalah:
Premi = 22% - 15% = 7%
Setelah yield obligasi dan premi saham atas obligasi dihitung, ks (biaya modal saham) bisa dihitung.
Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model).  Model CAPM menggunakan argumen yang sama dengan pendekatan yield obligasi. Menurut CAPM, tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham sama dengan tingkat keuntungan bebas risiko ditambah premi risiko. Secara spesifik, model CAPM bisa dituliskan sebagai berikut ini :
ks = Rf + β ( Rm - Rf )
dimana :
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
 Rf = tingkat keuntungan bebas risiko
 β = risiko sistematis
R = tingkat keuntungan pasar
Tingkat keuntungan bebas risiko adalah tingkat keuntungan dari aset yang mempunyai risiko (kebangkrutan atau default dalam hal ini) yang bisa dikatakan nol. Sebagai contoh: T-Bills, T-Bond di Amerika Serikat. SBI (Sertifikat Bank Indonesia), deposito pada bank pemerintah. Aset-aset tersebut mempunyai risiko default nol karena diterbitkan oleh pemerintah (yang tidak mungkin bangkrut). Untuk tingkat keuntungan pasar, kita bisa menggunakan tingkat keuntungan dari portofolio pasar. Contoh portofolio pasar yang bisa kita gunakan adalah IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) untuk kasus di Bursa Efek Jakarta.
Keputusan Biaya Modal Saham. Perhitungan biaya modal saham yang dihasilkan oleh ketiga metode di atas akan menghasilkan angka yang berbeda-beda. Tabel 2. Ringkasan Biaya Modal Saham Tehnik Estimasi Biaya Modal Saham Discounted Cash Flow 28% Bond-Yield Premium 29% Capital Asset Pricing Model 22% Berapa ks? Hal semacam itu merupakan hasil yang wajar. Untuk memutuskan berapa biaya modal saham yang seharusnya, pertimbangan kita (sebagai analis) diperlukan.
Bagan 2. Tehnik Perhitungan Biaya Modal Saham Peraturan Pengharapan investor Dividend Discount Model Multibeta CAPM Return historis aritmatik CAPM 0 10 20 30 40 50 60 70 80

1.3.   Menghitung Biaya Modal Rata-rata Tertimbang (WACC)
Langkah selanjutnya adalah menghitung proporsi sumber dana yang dipakai oleh perusahaan. Idealnya, nilai pasar yang sebaiknya dipakai sebagai dasar perhitungan proporsi sumber dana. Meskipun nilai pasar idealnya merupakan pilihan terbaik untuk menghitung komposisi sumber dana, tetapi informasi tersebut tidak tersedia dengan mudah.
Salah satu alternatif adalah menggunakan nilai buku. Nilai buku bisa diambil dari neraca keuangan perusahaan. Saham biasa masuk dalam kategori total modal saham (saham biasa + laba yang ditahan + agio).
Tabel 3. Perhitungan Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang Komponen Biaya Modal Proporsi Rata-rata Biaya Modal Sesudah Pajak Rata-Rata Terimbang Hutang 12,6% 30.000 (30%) 0,3 ×12,6 = 3,78% Saham Preferen 20% 10.000 (10%) 0,1 × 20 = 2,00% Saham Biasa 25% 60.000 (60%) 0,6 × 25 = 15,0% WACC = 20,78%
Catatan: proporsi sumber dana diambil dari laporan keuangan

1.4.   Biaya Modal Saham Eksternal
Jika perusahaan menerbitkan saham baru, biaya emisi (flotation cost) akan muncul. Biaya tersebut dipakai untuk membayar biaya yang berkaitan dengan penerbitan saham, seperti biaya akuntan, mencetak saham, dan lainnya. Penerimaan kas bersih dengan demikian akan lebih kecil setelah biaya emisi tersebut dimasukkan.
Model kas yang didiskontokan (discounted cash flow) bisa mengakomodasi biaya emisi seperti berikut ini :
D1 ke= -------------- + g P (1-f)
dimana :
ke = biaya modal saham eksternal
D1 = dividen pada tahun pertama
P = harga saham saat ini
f = flotation cost
g = tingkat pertumbuhan
Model CAPM dan yield obligasi tidak secara langsung bisa mengakomodasi biaya emisi eksternal, karena formula CAPM atau yield obligasi tidak memasukkan faktor biaya emisi. Tetapi model CAPM dan yield obligasi secara eksplisit memperhitungkan risiko dalam estimasi biaya modal.

2.        Biaya Modal Marjinal dan Biaya Modal Rata-rata
Biaya modal rata-rata berbeda dengan biaya modal marjinal. Biaya modal marjinal merupakan biaya modal yang diperoleh sebagai akibat bertambahnya dana modal yang diperoleh.
Sebagai contoh, misal perusahaan menggunakan dua jenis hutang, pertama dengan nilai Rp200 juta dengan tingkat bunga 10%, kedua dengan nilai Rp200 juta dengan tingkat bunga 15%. Misalkan perusahaan melakukan pinjaman lagi sebesar Rp200 juta dengan tingkat bunga 20%. Biaya modal hutang marjinal adalah 20%, karena biaya tersebut merupakan biaya modal yang diperoleh dengan masuknya modal baru.
Jika kita menghitung biaya modal rata-rata, maka biaya modal hutang rata-rata adalah (10% + 15% + 20%) / 3 = 15%.
Dalam perhitungan biaya modal, biaya modal marjinal adalah biaya modal yang relevan, karena biaya tersebut mencerminkan biaya di masa mendatang (yang akan diperoleh). Biaya modal rata-rata mencerminkan informasi masa lampau, yang tidak relevan lagi. Tetapi dalam beberapa situasi kita menggunakan biaya modal masa lampau, karena beberapa alasan, seperti mudah dilakukan, biaya modal masa lampau bisa dipakai untuk estimasi biaya modal marjinal (masa mendatang).
Perhitungan biaya modal di atas mengasumsikan penggunaan biaya modal marjinal. Tetapi dalam praktek, biaya modal sering diestimasi berdasarkan laporan keuangan, yang berarti biaya modal diestimasi dengan menggunakan data masa lampau.

3.        Lompatan dalam Biaya Modal Rata-rata Tertimbang dan Skedul Investasi
Jika biaya modal salah satu komponen berubah, maka akan ada lompatan dalam biaya modal rata-rata tertimbang. Misalkan saja struktur modal yang dilakukan oleh perusahaan adalah modal saham, hutang, dan saham preferen sebesar 60%, 30%, dan 10%, berturut-turut. Biaya modal hutang (sesudah pajak), saham preferen, dan saham biasa adalah 12,6% (sesudah pajak), 20%, dan 25%, berturut-turut.
WACC untuk komposisi tersebut adalah:
WACC = (0,3 × 12,6) + (0,1 × 20) + (0,6 × 25) = 20,78%
Lompatan WACC bisa terjadi karena meningkatnya biaya modal individual. Lompatan karena penggunaan hutang yang baru bisa dihitung sebagai berikut.
Hutang saat ini Batas Dana = ------------------------------Persentase hutang
Lompatan WACC bisa terjadi lagi jika komponen biaya modal yang lain mengalami perubahan. Misalkan laba yang ditahan tahun ini sebesar Rp100 juta. Jika perusahaan mempertahankan struktur modal seperti itu, maka jumlah dana maksimum yang bisa digunakan oleh perusahaan adalah.
Laba yang ditahan Batas Dana = ---------------------------------------Persentase laba yang ditahan Informasi lompatan dalam WACC bisa digabung dengan kesempatan investasi yang ada.
Bagan 3. Lompatan dalam WACC Biaya Modal (%) WACC=22,7% WACC=21,5% WACC=20,78% Jumlah dana 133jt 167jt
Bagan 4. Lompatan WACC dan Skedul Investasi Biaya Modal (%) A=30% B=25% C=23% WACC=22,7% WACC=21,5% WACC=20,78% D=19% Jumlah dana 50jt 90jt 133jt 150jt 167jt 200jt
Bagan 5. MCC dan IRR (variabel kontinyu) MRR (%) MCC Investasi Optimal Dana

4.        Pertimbangan Dinamis: Review Biaya Modal secara Regular
Seberapa sering biaya modal (WACC) dihitung? Kondisi perusahaan dan lingkungannya selalu berubah. Risiko dan kesempatan investasi perusahaan berubah. Perubahan ini mengakibatkan perubahan komposisi struktur modal yang baru dan juga perubahan tingkat keuntungan yang disyaratkan (biaya modal).
Kondisi lingkungan yang berubah juga mengakibatkan perubahan biaya modal, misal inflasi yang berubah mengakibatkan kenaikan tingkat keuntungan yang disyaratkan secara umum. Perubahan risiko (misal semakin tinggi, terjadi jika kondisi ekonomi memburuk) mengakibatkan premi risiko meningkat.

Karena situasi berubah secara dinamis, perusahaan perlu mengevaluasi biaya modal rata-rata tertimbangnya secara periodik. Berapa sering? Nampaknya tidak ada formula yang pasti. Perhitungan bisa dilakukan setiap tahun, bisa juga setiap lima tahun. Tetapi hal yang jelas, jika kondisi perusahaan dan lingkungan secara fundamental berubah, maka sudah saatnya menghitung biaya modal rata-rata tertimbang kembali.

BAB 14 ANALISIS INVESTASI LANJUTAN : PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE

BAB 14 ANALISIS INVESTASI LANJUTAN : PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE 1.          METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV) 1.1      ...