BAB 10
ARBITRAGE PRICING THEORY, MODEL
EMPIRIS, DAN PENGUJIAN EMPIRIS MODEL KESEIMBANGAN
Model APT
berusaha menjelaskan hubungan antara risiko dengan tingkat keuntungan. APT
berbeda dengan CAPM dalam dua hal. Pertama, proses keseimbangan yang dibayangkan
oleh APT adalah mekanisme arbitrase. Arbitrase dilakukan sampai harga yang
terjadi sama untuk semua aset yang mempunyai risiko yang sama, mengikuti hukum
the law of one price. Dalam CAPM, investor berusaha memaksimumkan kepuasannya
(utility function). Kedua, jika CAPM sampai pada kesimpulan bahwa faktor pasar
mempegaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan, APT sampai pada kesimpulan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan
untuk suatu aset.
Arbitrage Pricing Theory (APT)
Proses
Arbitrase Kegiatan arbitrase adalah kegiatan yang berusaha memperoleh
keuntungan arbitrase. Keuntungan arbitrase adalah keuntungan yang diperoleh
dengan modal nol dan risiko nol. Proses arbitrase akan mendorong berlakunya
hukum satu harga (the law of one price). Hukum tersebut pada dasarnya
mengatakan bahwa aset dengan karakteristik yang sama akan terjual dengan harga
yang sama dimanapun di dunia ini. Misalkan Rf = 10%, tingkat keuntungan M =
20%, beta M = 1, beta Y = 0,5, dan tingkat keuntungan Y = 12%. Untuk melihat
apakah ada kesempatan arbitrase atau tidak, kita melakukan langkah berikut ini.
1. Membentuk portofolio M dengan Rf
(dengan nama X), dengan komposisi sedemikian rupa sehingga beta portofolio X
tersebut sama dengan beta Y, yaitu 0,5. Beta portofolio merupakan rata-rata
tertimbang beta individualnya sebagai berikut ini.
βP = ∑ wi βI
·
Dimana
·
βP = beta portofolio
·
∑ wi = simbol penjumlahan = bobot
atau proporsi untuk aset i
·
βi = beta aset i
Karena βM = 1, dan βRF = 0, maka
proporsi masing-masing adalah 50%. Dengan demikian beta portofolio X akan sama
dengan 0,5.
βX = (0,5 × 0) + (0,5 × 1) = 0,5
Kemudian kita menghitung tingkat
keuntungan sebagai berikut.
E(RX) = (0,5 ×
20%) + (0,5 × 10) = 15%
Kita bisa membandingkan tingkat
keuntungan dan beta portofolio X dengan Y sebagai berikut ini.
E(RX) = 15%
βX = 0,5 E
(RY) = 12%
βY = 0,5
Dari perbandingan tersebut terlihat bahwa
meskipun risiko sistematis keduanya sama, yaitu 0,5, tetapi tingkat
keuntungannya berbeda. Berarti ada kesempatan
2. Arbitrase bisa dilakukan dengan jalan men-short sales aset Y, kemudian kas
masuk dipakai untuk membeli portofolio X, yang berarti membeli 50% pada
portofolio M dan 50% pada aset bebas risiko. Keuntungan dan risiko kegiatan
tersebut adalah (X minus Y):
Keuntungan = 15% - 12% = 2%
Tambahan risiko = 0,5 - 0,5 = 0
Tambahan modal = 0 karena kas masuk
(modal) diperoleh dari short sales Y (pinjam aset Y, kemudian dijual,
dikembalikan periode berikutnya).
Proses semacam itu akan menurunkan
harga Y dan menaikkan harga X. Kemudian tingkat keuntungan Y akan naik, tingkat
keuntungan X akan turun. Setelah tingkat keuntungan Y dan X sama, maka tidak
ada lagi kesempatan arbitrase.
Model Arbitrage Pricing Theory
Proses penghasilan return (return
generating process) menurut APT bisa dirumuskan sebagai berikut ini.
Ri = E(Ri) + β1 (RF1 -
E(RF1)) + ……… + βN (RFN ei ……… (1)
Dimana
·
Ri E
= tingkat keuntungan (return) aset i yang terjadi
·
E(Ri) = tingkat keuntungan aset i yang
diharapkan
·
β1 … βN = risiko sistematis aset terhadap faktor 1 ...
faktor N
·
RF1 ... RFN = tingkat keuntungan dari faktor 1 ...
·
E(Rfi)...E(RFN) = tingkat keuntungan yang diharapkan
dari faktor 1.. N
Faktor tersebut bisa berupa faktor
pasar (RM, seperti dalam CAPM) atau faktor lainnya, seperti faktor ekonomi
(pertumbuhan GNP, inflasi, dan sejenisnya). Persamaan di atas mengatakan bahwa
return suatu aset sama dengan (1) return yang diharapkan, (2) perubahan faktor
yang tidak diharapkan (RF - E(RF), (3) sensitifias aset i terhadap perubahan
faktor pada (2), dan (3) random term yang mencerminkan faktor spesifik
perusahaan/industri. Dalam APT, hanya perubahan yang tidak terduga yang
dikompensasi oleh return, seperti terlihat berikut ini. Return bisa dipecah ke
dalam return yang diharapkan dan return yang tidak diharapkan: R = E(R) +
Unexpected (Tidak Terduga) ……… (2)
Return yang tidak terduga bisa
dipecah ke dalam dua tipe: (1) Return yang tidak diharapkan yang berasal dari
kejutan (surprises) faktor-faktor tertentu. Kejutan tersebut bersifat
sistematis (tidak bisa dihilangkan melalui diversifikasi), dan (2) Return yang
tidak diharapkan yang berasal dari kejutan (surprises) dari perusahaan
spesifik. Kejutan tersebut bersifat tidak sistematis (bisa dihilangkan melalui
diversifikasi). Misalkan ada tiga faktor yang terlibat: (1) Inflasi, (2)
Pertumbuhan GNP, dan (3) Perubahan Tingkat Bunga. Model di atas bisa dipecah ke
dalam model berikut ini.
Ri = E(Ri) + βi - inflasi
Finflasi + βi - GNP FGNP + βi - tkt-bunga Ftkt - bunga + εi ……… (3)
Misalkan seorang investor memegang
banyak (N) saham dalam portofolionya. Sumber return dari portofolionya bisa
dilihat sebagai berikut ini.
RP = E(RP) +
βP - inflasi Finflasi + βP - GNP FGNP + βP - tkt + εP
E(RP) =
X1 E(R1) + ……… + XN E(RN)βP-
Faktor = X1 β1 - Faktor F1 + ……… + X1 βN -
Faktor FN
εP = X1 ε1 + ……… + XN εN bunga Ftkt bunga
Karena ε1…εN bersifat tidak sistematis, maka εP diharapkan mempunyai nilai
0. Dengan demikian tingkat keuntungan portofolio bisa ditulis sebagai berikut
ini.
RP = E(RP) + βP - inflasi Finflasi + βP - GNP FGNP + βP ……… (5) – tkt bunga
Ftkt bunga
Perhatikan hanya risiko sistematis
terhadap faktor-faktor yang dikompensasi oleh kenaikan return.
Dengan melakukan beberapa manipulasi matematis, model APT yang ekuivalen
dengan SML dalam CAPM bisa dirumuskan sebagai berikut ini.
’E(Ri) = Rf +
βi1 (RF1 − Rf) + ……… + βiN (RFN − Rf)
Dimana
·
E(Ri) = Tingkat keuntungan yang diharapkan untuk aset i
·
Rf =
Teturn aset bebas risiko
·
RF1 .. RFN = Untuk risiko faktor 1,2,3, dan N
·
βi1 .. βiN = Risiko sistematis
untuk faktor 1, 2, 3, dan N
Pengujian Model Keseimbangan Data
Historis dan Model Berdasarkan Ekspektasi (Pengharapan) dalam CAPM Salah satu
masalah dalam pengujian CAPM adalah CAPM ditulis dalam bentuk ekspektasi
(pengaharapan). Pengujian empiris dengan demikian harus melihat proksi untuk
variabel pengaharapan tersebut. Tentu saja hal tersebut merupakan masalah yang
sangat sulit karena pengharapan sangat sulit diobservasi. Untuk mengatasi
masalah tersebut, data historis sering digunakan sebagai proksi pengharapan di
masa mendatang.
Asumsi yang digunakan adalah pola data historis adalah stabil,
dan secara umum (rata-rata) dalam jangka panjang, pengharapan investor akan
terbukti benar. Dua argumen tersebut mendasari dipakainya data historis sebagai
pengukur harapan (ekspektasi) di masa mendatang.
Argumen lain menggunakan pendekatan
sebagai berikut ini. Menurut model pasar, return suatu saham dipengaruhi oleh
return pasar sebagai berikut ini.
R~it = αi + βi (R~Mt) + e~it
Dimana tanda ~ berarti variabel tersebut
bersifat random. Return yang diharapkan bisa dituliskan sebagai berikut
E(Ri) = αi + βi E(RM) atau E(Ri) - αi - βi E(RM) = 0
Dengan menambahkan term tersebut
(yang nilainya 0, sehingga penambahan term tersebut tidak akan berpengaruh),
dan kemudian kita melakukan penyederhanaan, maka akan diperoleh:
R~it = E(Ri) + βi (R~Mt - E(RM) ) + e~it
Model CAPM sederhana bisa dituliskan
sebagai berikut.
E(Ri) = RF + βi [ E(RM) - RF ]
Persamaan di atas dimasukkan kembali
ke persamaan sebelumnya, kemudian dilakukan penyederhanaan, maka kita akan
memperoleh
R~it = RF + βi
(R~Mt - RF) + e~it
Model
tersebut menunjukkan bahwa data historis nampaknya bisa digunakan untuk menguji
CAPM. Tetapi ada tiga asumsi yang mendasari model tersebut:
1. Model pasar berlaku untuk setiap
periode
2. Model CAPM berlaku untuk setiap
periode
3. Beta
stabil selama waktu pengamatan.
Pengujian dengan model diatas,
merupakan pengujian secara simultan ketiga hipotesis tersebut.
Pengujian Empiris CAPM Baik tidaknya
suatu model bisa dilihat pada kemampuannya menjelaskan fenomena. Meskipun CAPM
dibangun atas dasar asumsi yang tidak realistis, tetapi baik tidaknya CAPM akan
ditentukan oleh kemampuannya menjelaskan fenomena. Beberapa implikasi dari CAPM
bisa ditarik, yaitu:
1)
Semakin besar risiko sitematis pasar
(bi) akan semakin tinggi tingkat keuntungan aset tersebut
2)
Hubungan antara risiko sistematis
dengan tingkat keuntungan (return) bersifat linear
3)
Hanya risiko sistematis yang
dikompensasi oleh kenaikan tingkat keuntungan (return). Risiko atau faktor
lainnya tidak ada hubungannya dengan return.
Black, Jensen, dan Scholes (1972)
menguji CAPM cukup mendalam. Mereka melakukan pengujian CAPM melalui pengujian
time-series dan cross-sectional. Pertama, mereka menguji model time-series CAPM
Rit – RFt = αi
+ βi (RMt - RFt) + eit
Jika CAPM menjelaskan return, maka
kita bisa mengharapkan nilai αi = 0. Kita bisa menggunakan saham (sampel) yang
banyak, dan kemudian untuk setiap sampel, dijalankan regresi seperti di atas.
Kemudian distribusi alpha (αi ) atau intercept bisa dilihat dan diuji, apakah
sama dengan nol atau tidak. Pengujian bisa dilakukan dengan, misal uji t-test
untuk melihat apakah rata-rata intercept sama dengan nol. Yang menjadi masalah,
pengujian semacam itu mengasumsikan kovarians residual antar saham sama dengan
nol (eit, ejt = 0). Pada kenyataannya, kovarians residual tersebut tidak sama
dengan nol, dengan kata lain residual saham tersebut tidak independen satu sama
lain. Dengan demikian pengujian sederhana dengan mengamati distribusi αi tidak
bisa dilakukan.
Untuk mengatasi masalah tersebut,
pengujian time-series portofolio bisa digunakan. Untuk setiap periode, kita
membentuk portofolio yang kemudian dihitung return atas portofolio tersebut,
sebagai berikut ini.
RPt – RFt = αP + βP (RMt - RFt) + ePt
1. mengakibatkan interceptnya (dalam
persamaan di atas) menjadi bias negatif (terlalu rendah dari yang seharusnya).
Hal yang sebaliknya akan terjadi dengan saham dengan observed beta yang rendah.
2. Untuk mengatasi masalah tersebut,
digunakan variabel instrumen. Variabel tersebut idealnya variabel yang
mempunyai korelasi yang tinggi dengan true-beta (beta sesungguhnya) tetapi bisa
diobservasi secara independen. Mereka menggunakan observed-beta pada periode
sebelumnya sebagai variabel instrumental. Kemudian mereka menjalankan regresi
model
CAPM: RPt – RFt
= αP + βP (RMt - RFt) + ePt
Mereka kemudian membandingkan CAPM
standar dengan CAPM versi beta nol (zero beta version).
Menurut CAPM versi beta nol, return
bisa dituliskan sebagai berikut ini.
Rit = E(RZ) (1
- βi) + βi RMt + eit
Dimana E(RZ) adalah return
portofolio dengan beta sama dengan nol. Sedangkan model yang diuji adalah:
Rit = αi + RF
(1 - βi) + βi RMt + eit
Jika versi beta sama dengan nol
berlaku, maka kedua persamaan di atas jika digabungkan, dan dihitung
interceptnya, akan diperoleh
αi = (E(RZ) -
RF) (1 - βi) E(RZ)
lebih besar dibandingkan dengan RF,
karena itu (E(RZ) - RF) akan bernilai positif. (1 - β) akan bernilai negatif
jika β > 1, dan bernilai positif jika β < 1. Dengan demikian, untuk beta
yang tinggi, intercept akan bernilai negatif, dan sebaliknya, untuk beta yang
rendah, intercept akan bernilai positif.
Pengujian oleh Fama dan MacBeth (1973)
Fama dan MacBeth (1973) melakukan
pengujian CAPM dengan menggunakan spesifikasi berikut ini.
Rit = γ0t + γ1t βi + γ2t βi2 + γ3t Sei + ηit
Spesifikasi tersebut ditujukan untuk
menguji hipotesishipotesis berikut ini.
1.
Hipotesis 1: Menurut CAPM, ada
hubungan antara risiko sistematis dengan return. Jika hal tersebut berlaku,
kita bisa mengharapkan nilai koefisien regresi γ1t adalah positif
2. Hipotesis 2: Menurut CAPM, hubungan
antara risiko sistematis dengan return bersifat linear. Jika hipotesis tersebut
didukung oleh data empiris, maka koefisien regresi γ2t mempunyai nol. βi2 (beta
dikuadratkan) dimaksudkan untuk melihat non-linearitas hubungan antara risiko
sistematis dengan return
3. Hipotesis 3: Menurut CAPM, hanya
risiko sistematis yang dihargai oleh pasar. Risiko tidak sistematis tidak
dihargai oleh pasar. Sei dipakai sebagai proksi untuk risiko tidak sistematis
(residual). Jika CAPM didukung oleh bukti empiris, maka koefisien regresi γ3t
mempunyai nilai 0.
Mereka melangkah lebih lanjut untuk
melihat apakah pasar berada dalam kondisi keseimbangan (fair game). Jika
kondisi tersebut berlaku, maka investor tidak bisa menggunakan informasi saat
ini untuk memperoleh excess return.[1] Secara spesifik, pengujian hipotesis
tersebut bisa dilakukan dengan melihat korelasi antara parameter γ2t , γ3t pada
periode t dengan parameter tersebut pada periode t + 1. Jika korelasi tersebut
kecil, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa informasi saat ini tidak bisa
dipakai untuk memprediksi kondisi mendatang, dan dengan demikian tidak bisa
dipakai untuk memperoleh excess return. [1] Lebih spesifik lagi, investor tidak
bisa menggunakan informasi penyimpangan dari kondisi keseimbangan untuk
memprediksi return masa mendatang dan untuk memperoleh keuntungan abnormal
(excess return).
Hasil pengujian menunjukkan, secara
umum koefisien regresi γ1t menunjukkan rata-rata angka yang positif dan
signifikan berbeda dari nol. Sedangkan regresi γ2t dan γ3t menunjukkan
rata-rata angka yang kecil dan tidak berbeda dari nol. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa CAPM didukung oleh data empiris.
Kritik terhadap CAPM
Bukti-bukti
empris yang disajikan di muka nampaknya mendukung CAPM. Tetapiperkembangan
selanjutnya mempertanyakan validitas CAPM baik secara teoritis konseptual
maupun secara empiris.
Peneliti
lain menemukan bahwa variabel PER (Price Earning Ratio) mempengaruhi return
(Basu, 1977, 1983), meskipun dikontrol oleh risiko sistematis (beta). Saham
dengan rasio P/E rendah mempunyai return yang lebih tinggi dibandingkan saham
dengan P/E tinggi. Variabel P/E juga relatif mudah didapatkan, sehingga timbul
pertanyaan kenapa variabel yang mudah didapatkan tersebut menghasilkan premi
yang tinggi. Fama dan French dan Reinganum menunjukkan bahwa rasio nilai pasar
saham dengan nilai buku saham bisa memprediksi cross-sectional return.
Kritik Roll terhadap CAPM Richard Roll (1977)
melancarkan
kritik secara konseptual terhadap CAPM. Pada intinya, Roll berargumen bahwa
CAPM tidak bisa diuji secara empiris. Argumen yang lebih rinci adalah sebagai
berikut ini. 1. Hanya ada satu hipotesis yang diuji dari CAPM yaitu portofolio
pasar adalah efisien (dalam konteks mean atau return-varians).
Semua
implikasi dari model, yaitu hubungan yang linear antara return dengan risiko
sistematis (beta), merupakan kelanjutan dari efisiensi portofolio pasar dan
dengan demikian tidak bisa diuji secara independen. Ada hubungan ‘jika dan
hanya jika’ (if and only if) antara hubungan beta-return dan efisiensi
portofolio pasar (hubungan beta return bisa diuji hanya jika portofolio pasar
adalah efisien, jika tidak efisien maka kita tidak bisa menguji hubungan
beta-return) 3. Jika menggunakan data historis, maka ada portofolio pasar yang
efisien yang jumlahnya tidak terbatas. Beta tersebut akan berada pada garis
SML. Dengan kata lain, beta yang dihitung menggunakan portofolio tersebut akan
berada pada garis SML, tidak tergantung apakah portofolio pasar efisien (dalam
konteks mean dan varians) dalam bentuk pengharapan (ex-ante)
CAPM
tidak bisa diuji kecuali jika mengetahui komposisi portofolio pasar yang
sesungguhnya, dan menggunakannya untuk pengujian empiris. Hal tersebut berarti
teori CAPM tidak bisa diuji kecuali jika kita bisa mengidentifikasi semua aset
individual dan memasukkannya sebagai portofolio pasar 5. Menggunakan indeks
pasar (misal Indeks Harga Saham Gabungan atau Standard and Poors 500) sebagai
proksi portofolio pasar bisa menimbulkan masalah. Pertama, proksi itu sendiri
barangkali efisien dalam konteks mean-varians, meskipun portofolio pasar yang
sesungguhnya tidak efisien dalam konteks mean-varians. Sebaliknya, proksi
tersebut barangkali tidak efisien, tetapi hal tersebut tidak mempunyai
implikasi apapun terhadap portofolio pasar yang sesungghnya.
Kemudian,
proksi-proksi yang ada (yang banyak) akan berkorelasi tinggi satu sama lain,
juga dengan portofolio pasar yang sesungguhnya, tidak tergantung apakah proksi
tersebut efisien atau tidak. Korelasi yang tinggi bisa membuat kita
berkesimpulan komposisi portofolio pasar yang tepat tidak penting, padahal
penggunaan proksi yang berbeda bisa menghasilkan kesimpulan yang berbeda.
Problem tersebut sering disebut benchmark error, yaitu penggunaan benchmark
yang salah dalam pengujian suatu teori. Jika kita tidak menemukan hubungan
antara risiko dengan return, kita tidak bisa mengetahui apakah hasil tersebut dikarenakan
teori yang salah (tidak terbukti) atau pilihan proksi pasar yang kebetulan
tidak tepat. Singkat kata, hasil yang ditunjukkan oleh pengujian CAPM tidak
bisa menunjukkan apapun.
Pengujian APT
Pengujian dengan Analisis Fakta
Salah
satu kelemahan APT adalah faktor-faktor dalam APT tidak pernah disebutkan
dengan jelas. Menurut modelnya, faktor-faktor tersebut diserahkan pada
penelitian empiris, baik jenis maupun jumlahnya. Pada dasarnya ada dua jenis
penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor tersebut. Pertama, menggunakan
analisis faktor. Dengan analisis ini, return untuk semua aset dimasukkan.
Kemudian analisis fakor akan mengelompokkan return-return tersebut ke dalam
jumlah yang lebih sedikit. Setelah diperoleh faktor-faktor tersebut, kita bisa
melanjutkan pengujian untuk memperoleh factor loadings (beta atau risiko
sistematis) atas faktor-faktor tersebut, untuk setiap sahamnya.
Secara
spesifik, kita bisa melakukan pengujian dengan regresi time-series sebagai
berikut ini (misal kita hanya memfokuskan pada empat faktor terbesar yang bisa
menjelaskan variasi return).
Rit = α + ßi1 RF1t + ßi2 RF2t + ßi3 RF3t + ßi4 RF4t + eit
ßi1, ßi2, ßi3t, dan ßi4 merupakan factor
loadings, yang bisa diinterpretasikan sebagai risiko sistematis (beta) aset i
terhadap faktor 1, 2, 3, dan 4. Beta tersebut sama dengan beta pasar yang
dihasilkan oleh regresi tahap pertama (first pass regression) dalam CAPM.
Tahap berikutnya adalah pengujian
cross-sectional untuk melihat apakah risiko sistematis tersebut dihargai oleh
pasar. Pengujian bisa dilakukan dengan analisis regresi, dalam hal ini akan
sama dengan second pass regression dalam pengujian CAPM, seperti berikut ini.
E(Ri) = λ0 + λ1 ßi1 + λ2 ßi2 + λ3 ßi3 + λ4 ßi4 + εi
Nilai λ1, λ2, λ3, dan λ4 bisa diharapkan
positif atau negatif tergantung dari faktor tersebut. Nilai positif menandakan
adanya premi risiko yang positif. Nilai seperti ini bisa diharapkan untuk
faktor pada umumnya. Contoh, faktor pasar atau faktor produksi bisa diharapkan
mempunyai nilai yang positif. Tetapi jika aset bisa dipakai sebagai hedge
(lindung nilai), maka nilai λ bisa diharapkan
Pengujian Pre-Spesifikasi Faktor
Pengujian
lain adalah dengan menentukan faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi
return saham/aset. Kalau dalam metode pertama penentuan faktor ditentukan oleh
hasil/perhitungan empiris, dalam metode kedua, faktorfaktor ditentukan di muka.
Faktor-faktor tersebut bisa diambil dari teori ekonomi atau pengamatan empiris.
Sebagai contoh, Chen, Roll dan Ross (1986) berargumen bahwa ada empat faktor
yang mempengaruhi risiko saham, yaitu:
1)
Inflasi: inflasi mempengaruhi aliran
kas masa mendatang dan juga discount rate
2)
Term structure atau yield curve:
Yield curve adalah perbedaan antara yield obligasi jangka waktu panjang dengan
yield obligasi jangka pendek. Yield curve tersebut mempengaruhi discount rate
(risiko)
3)
Premi risiko: Perbedaan antara
tingkat bunga untuk obligasi risiko rendah (rating Aaa) dengan tingkat bunga
obligasi risiko tinggi (Baa). Premi risiko mempengaruhi discount rate
4)
Produksi industri. Perubahan
produksi industri mempengaruhi aliran kas masa mendatang.
Mereka
berkesimpulan bahwa APT didukung oleh data empiris lebih baik dibandingkan
dengan CAPM.
Model Empiris dan Model Tiga Faktor
Model Empiris Model empiris dalam penentuan
tingkat keuntungan yang diharapkan didasarkan pada pengamatan empiris, berbeda
dengan model CAPM atau APT yang didasarkan pada pengembangan teori. Model
empiris tersebut melihat adanya pola-pola tertentu di pasar keuangan, yang
mempengaruhi tingkat keuntungan. Bagian atas (pengujian empiris) menunjukkan
adanya anomalianomali yang tidak bisa dijelaskan oleh model-model keseimbangan
risiko-return. Anomali tersebut adalah (antara lain) anomali ukuran (size),
anomali rasio PER (Price Earning Ratio), dan anomali rasio BE/ME (Book Value to
Market Value of Equity).
Dengan
menggunakan ketiga anomali tersebut, kita bisa mengembangkan model empiris,
misal seperti berikut ini.
E(Ri) = RF + βi 1 (Size) + βi 2 (PER) + βi 3 (BE/ME) + eit ……… (10)
βi bisa diestimasi berdasarkan data
historis (time-series). Setelah βi dihitung, tingkat keuntungan yang diharapkan
untuk suatu aset bisa dihitung. Karena tidak didasarkan pada teori, maka kritik
utama untuk model empiris adalah pola-pola yang muncul tersebut kemungkinan
hanya muncul karena kebetulan.
Model Tiga Faktor
Fama dan French Berangkat dari anomali-anomali yang telah ditemukan, Fama
dan French (1992) berargumentasi bahwa garis SML seharusnya dipengaruhi oleh
tiga faktor. Ketiga faktor tersebut adalah:
1)
Beta CAPM, yang mengukur risiko
pasar
2)
Size (ukuran) saham, yang dilihat
melalui nilai kapitalisasi pasar saham (jumlah saham yang beredar dikalikan
dengan harga saham). Saham kecil cenderung mempunyai risiko yang lebih tinggi,
karena itu mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
saham besar
3)
Nilai buku saham dibagi dengan nilai
pasar saham (Book-to-Market ratio). Nilai rasio B/M yang besar mencerminkan
investor yang pesimistis terhadap masa depan perusahaan. Sebaliknya, jika
investor optimistik terhadap masa depan perusahaan, maka nilai B/M akan kecil
(nilai pasar saham jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai bukunya). Saham
dengan nilai B/M besar cenderung lebih berisiko (kemungkinan bangkrut lebih
besar) dibandingkan dengan saham dengan nilai B/M rendah, dan dengan demikian
mempunyai tingkat keuntungan yang diharapkan lebih tinggi dibandingkan dengan
saham dengan B/M rendah.
Fama dan
French menguji secara empiris ketiga variabel tersebut. Mereka menemukan
variabel ukuran dan B/M mempengaruhi cross-sectional return, tetapi variabel
beta pasar ternyata tidak berpengaruh. Kemudian Fama dan French kemudian
mengembangkan model tiga faktor, yang bisa dituliskan sebagai berikut ini.
Ri - RF = α +
βi (RM - RF) + γi (SMB) + δi (HML) + ei
Aplikasi model tiga faktor untuk menghitung
return yang diharapkan untuk suatu aset (mirip dengan SML pada CAPM) adalah:
E(Ri) = RF + α
+ βi (RM - RF) + γi (SMB) + δi (HML)
Misalkan untuk saham Microsoft, kita
menghitung regresi time-series (secara terpisah) untuk suatu saham dengan
variabel tidak bebas adalah return saham dan variabel bebas adalah return
pasar, return SMB, dan return HML. Hasil yang diperoleh yaitu koefisien regresi
adalah sebagai berikut ini.
α = 0,0 βi =
1,2 γi = 0,3 δi = 0,2
Misalkan premi risiko pasar adalah
10% (RM - RF), return aset bebas risiko adalah 10%. Misalkan berdasarkan
perhitungan data historis, return SMB adalah 4%, dan return HML adalah 6%.
Return yang diharapkan untuk Microsoft dengan menggunakan model tiga faktor:
E(Ri) = 10 +
0,0 + 1,2 (10) + 0,3 (4) + 0,2 (6) = 13,6%
Perhatikan jika kita menggunakan CAPM, maka
tingkat keuntungan yang diharapkan untuk Microsoft adalah:
E(Ri) = RF + βi
(RM - RF) = 10 + 1,2 (10) = 11,2%
Terlihat perhitungan tingkat
keuntungan yang berbeda untuk kedua model tersebut. Pertimbangan (judgment)
dari analis sangat diperlukan untuk menentukan tingkat keuntungan yang
disyaratkan dengan tepat.
ok
BalasHapus