BAB 12
TEORI
STRUKTUR MODAL
1.
Pendekatan
Tradisional
Pendekatan
tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan kata
lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur
modal bisa dirubah-rubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.
2. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM)
Pada tahun
1950-an, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional struktur modal.
Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut memasukkan faktor pajak
kedalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan
dengan hutang lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa hutang. Kenaikan
nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan hutang.
a. Proposisi MM Tanpa
Pajak MM mengajukan beberapa asumsi untuk
membangun teori mereka:
1.
Tidak ada pajak
2.
Tidak ada biaya transaksi
3.
Individu dan perusahaan meminjam pada tingkat yang
sama. Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua proposisi yang dikenal
sebagai proposisi MM tanpa pajak.
b. Proposisi 1 (Tanpa Pajak)
Nilai perusahaan yang menggunakan
hutang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang sebagai
berikut ini.
VL = V
U dimana ……… (1) VL = Nilai untuk
perusahaan yang menggunakan hutang (valuefor
leveraged companies)
VU = Nilai untuk perusahaan yang tidak
menggunakan hutang (100% saham, atauvalue
for unlevered companies)
Dengan kata
lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller berpendapat bahwa
struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan
risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan
(bukannya keputusan pendanaan).
c. Proposisi 2 (Tanpa Pajak)
Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat
keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan hutang, naik
proporsional terhadap peningkatan rasio hutang dengan saham.
ks = ko + B / S (ko – kb)
dimana :
ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk
saham
ko = tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang
B/S = rasio hutang dengan saham
kb = tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk hutang (tingkat bunga)
Dengan
menggunakan hutang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan sumber
modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal yang murah
yang semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan
(WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks)
konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang, tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham (ks) juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan
tersebut menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya,
nilai perusahaan akan konstan.
d. Proposisi MM dengan Pajak
Hutang Pajak
Saham
(a) Saham
Hutang Pajak Dibayarkan ke Pemerintah
(b) Terlihat bahwa roti tersebut
dibagi ke dalam tiga bagian: saham, hutang, dan pajak. Pajak dibayarkan kepada
pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan
untuk menghemat pajak, karena
Gambar (a) dimana
hutang yang digunakan lebih sedikit, pajak yang dibayarkan menjadi lebih besar.
Karena aliran kas yang keluar (melalui pajak) semakin besar, roti yang tersisa
menjadi semakin kecil.
Gambar (b)
menunjukkan penggunaan hutang yang semakin besar. Pajak yang dibayarkan semakin
kecil, yang berarti perusahaan bisa menghemat aliran kas keluar. Roti yang
tersisa pada gambar (b) nampak lebih besar dibandingkan dengan roti yang
tersisa pada (a). Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa dengan memperhitungkan
pajak, struktur modal bisa mempengaruhi nilai perusahaan.
e. Proposisi 1 (dengan Pajak)
Nilai perusahaan dengan hutang akan
sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang plus penghematan pajak karena bunga
hutang. Formula untuk pernyataan tersebut:
VL = VU + Tc B
= EBIT (1-Tc) + Tc.kb.B
Ko kb
Dimana :
Tc = tingkat pajak (perusahaan)
B = besarnya hutang
Ks =tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham
kb = tingkat keuntungan hutang
(tingkat bunga)
Ko = tingkat keuntungan yang
disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa hutang
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (Pendapatan sebelum pajak dan
bunga)
Nilai
perusahaan tanpa hutang merupakan present value dari tingkat keuntungan EBIT
(Earning Before Interest and Taxes), didiskontokan dengan biaya modal saham
tanpa hutang (ko). Penghematan bunga didiskontokan dengan biaya modal hutang
(kb). Perbedaan diskonto tersebut disebabkan karena risiko yang berbeda antara
EBIT (aliran kas untuk pemegang saham) dengan bunga (aliran kas untuk pemegang
hutang).
f. Proposisi 2 (dengan Pajak)
Proposisi 2
(dengan pajak) mengatakan bahwa biaya modal saham akan meningkat dengan semakin
meningkatnya hutang. Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar
dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.
Pernyataan tersebut bisa dituliskan:
ks = ko + B / S (1 – Tc) (ko – kb) ……… (4)
Formula
tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan hutang yang semakin banyak akan
meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan hutang yang lebih banyak,
berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil
dibandingkan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata-rata
tertimbang (meskibiaya modal sahamnya meningkat).
Teori MM tersebut sangat
kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan
hutang sebanyak-banyaknya (99%, sebagai contoh). Tetapi dalam kenyataan, tidak
ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar tersebut.
3. Teori Trade-Off dalam Struktur Modal
Dalam
kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang
sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya
hutang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan.
Biaya
kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar negeri
menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai perusahaan.
Biaya tersebut mencakup dua hal:
1. Biaya langsung: biaya yang dikeluarkan untuk membayar
biaya administrasi, biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya lainnya yang
sejenis.
2. Biaya tidak langsung: biaya yang terjadi karena dalam
kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan
dengan perusahaan secara normal. Misal, supplier barangkali tidak akan mau
memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak terbayar.
Biaya lain
dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan hutang (agency cost
of debt). Jika hutang meningkat, maka konflik antara pemegang hutang dengan pemegang
saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang
akan meningkat. Dalam situasi tersebut, pemegang hutang akan semakin
meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap perusahaan. Pengawasan bisa
dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring (persyaratan yang lebih ketat,
menambah jumlah akuntan, dsb) dan bisa juga dalam bentuk kenaikan tingkat
bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas
bisa diperluas sebagai berikut ini.
VL = VU + PV Penghematan Pajak – [PV Biaya
Kebangkrutan + PV Biaya Keagenan]
Dengan
demikian gabungan antara teori struktur modal Modigiliani-Miller dengan
memasukkan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasikan adanya
trade-off antara penghematan pajak dari hutang dengan biaya kebangkrutan. Teori
tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade-off struktur modal, atau static
trade-off capital structure theory. Tetapi teori tersebut tidak memberikan
formula yang pasti yang bisa memberi petunjuk berapa tingkat hutang yang
optimal.
4. Model Miller dengan Pajak Perusahaan dan Personal
Modigliani
dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak, dan dengan pajak.
Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan
tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan pajak karena bunga
bisa dipakai untuk mengurangi pajak. Penghematan pajak tersebut bisa dihitung
sebagai berikut ini.
Penghematan pajak = VL - VU = tc . B
Miller sendiri kemudian
mengembangkan model struktur modal dengan memasukkan pajak personal. Pemegang
saham dan pemegang hutang harus membayar pajak jika mereka menerima dividen
(untuk pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang hutang).
Menurut Miller, nilai perusahaan
yang menggunakan hutang, setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai
berikut ini.
(1 – Tc) (1 – ts)
VL = VU + { 1 – [ --------------------- ] } B
(1 – tb)
Dimana :
VL = Nilai perusahaan dengan hutang
VU = Nilai perusahaan tanpa hutang
Tc = tingkat pajak perusahaan
ts = tingkat pajak pemegang saham
(atas dividen dan capital gain)
tb = tingkat pajak untuk pemegang
hutang (atas bunga)
B = Hutang
Menurut model tersebut, tujuan yang
ingin dicapai adalah, tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan, tetapi
meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas
pemegang saham, dan pajak atas pemegang hutang). Melihat persamaan di atas
mempunyai beberapa implikasi. Jika (1 – tb) = (1 – Tc) (1 – ts),
maka
persamaan di atas menjadi,
VL = VU + (1 – 1) B
= VU
Dengan kata lain, pada kondisi
tersebut, nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa
hutang. Tidak ada penghematan pajak atas bunga hutang.
Pada situasi
lain, dimana menjadi. VL = VU + ts = tb, persamaan di atas Tc . B Persamaan
tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai
perusahaan tanpa hutang ditambah penghematan pajak karena bunga hutang.
Persamaan tersebut sama dengan argumen MM dengan pajak. Dua situasi di atas
merupakan situasi ekstrim. Pada situasi kebanyakan, nilai VL akan berada
diantara nilai VU dan nilai VU + Tc.B.
5. Pecking Order Theory
Teori trade-off mempunyai implikasi bahwa manajer
akan berfikir dalam kerangka trade-off antara pengehamatan pajak dan biaya
kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris, nampaknya
jarang manajer keuangan yang berfikir demikian. Seorang akademisi, Donald
Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal
perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang
mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan hutang yang
lebih rendah.
Secara spesifik,
perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario
urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut ini :
1.
Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal
tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan
perusahaan.
2.
2.Perusahaan menghitung target rasio pembayaran
didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi.
3.
3.Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky),
digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa
diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan
lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu,
dan akan lebih kecil pada saat yang lain.